Selasa, 26 April 2011

Masjid



Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.



Etimologi

Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".[1]

Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita[1] dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas[2].

Fungsi keagamaan
[sunting] Ibadah
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Salat

Semua muslim yang telah baligh atau dewasa harus menunaikan salat lima kali sehari. Walaupun beberapa masjid hanya dibuka pada hari Jumat, tapi masjid yang lainnya menjadi tempat salat sehari-hari. Pada hari Jumat, semua muslim laki-laki yang telah dewasa diharuskan pergi ke masjid untuk menunaikan salat ke masjid, berdasarkan al-Jum'ah ayat 9:
يا يها الذين امنوا اذا نودي لصلاة من يوم الجمعة فاسعوا الي ذكر الله

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat Jum'at, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.".[13]
Umat Muslim sedang melakukan salat di Masjid Umayyah

Salat jenazah, biasanya juga diadakan di masjid. Salat jenazah dilakukan untuk muslim yang telah meninggal, dengan dipimpin seorang imam. Salat jenazah dilakukan di area sektar masjid.[14] Ketika gerhana matahari muncul, kaum Muslimin juga mengadakan salat khusuf untuk mengingat kebesaran Allah.[15] Pada dua hari raya atau 'idain,yaitu Idul Fitri dan Idul Adha umat Muslim juga melakukan salat. Biasanya, beberapa masjid kecil di daerah Eropa atau Amerika akan menyewa sebuah gedung pertemuan untuk menyelenggarakan salat 'Id.[16] Di Indonesia, Salat 'Id biasa dilakukan di lapangan terbuka yang bersih dan masjid sekitar.
[sunting] Kegiatan bulan Ramadan

Masjid, pada bulan Ramadan, mengakomodasi umat Muslim untuk beribadah pada bulan Ramadan. Biasanya, masjid akan sangat ramai di minggu pertama Ramadan. Pada bulan Ramadan, masjid-masjid biasanya menyelenggarakan acara pengajian yang amat diminati oleh masyarakat. Tradisi lainnya adalah menyediakan iftar, atau makanan buka puasa. Ada beberapa masjid yang juga menyediakan makanan untuk sahur. Masjid-masjid biasanya mengundang kaum fakir miskin untuk datang menikmati sahur atau iftar di masjid. Hal ini dilakukan sebagai amal shaleh pada bulan Ramadan.[17]

Pada malam hari setelah salat Isya digelar, umat Muslim disunahkan untuk melaksanakankan salat Tarawih berjamaah di masjid. Setelah salat Tarawih, ada beberapa orang yang akan membacakan Al-Qur'an.[13] Pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, masjid-masjid besar akan menyelenggarakan I'tikaf, yaitu sunnah Nabi Muhammad saw. untuk berdiam diri di Masjid ( mengkhususkan hari-hari terakhir ramadan guna meningkatkan amal ibadah ) dan memperbanyak mengingat Allah swt. [13]
[sunting] Amal

Rukun ketiga dalam Rukun Islam adalah zakat. Setiap muslim yang mampu wajib menzakati hartanya sebanyak seperlima dari jumlah hartanya. Masjid, sebagai pusat dari komunitas umat Islam, menjadi tempat penyaluran zakat bagi yatim piatu dan fakir miskin. Pada saat Idul Fitri, masjid menjadi tempat penyaluran zakat fitrah dan membentuk panitia amil zakat.

Panitia zakat, biasanya di bentuk secara lokal oleh orang-orang atau para jemaah yang hidup di sekitar lingkungan masjid. Begitu pula dalam pengelolaannya. Namun, untuk masjid-masjid besar seperti di pusat kota, biasanya langsung ditangani oleh pemerintah daerah setempat.
[sunting] Fungsi sosial
Masjid di Martapura di masa penjajahan. Masjid di banyak kota di Indonesia menjadi bagian tidak terpisahkan dari alun-alun.
[sunting] Pusat kegiatan masyarakat

Banyak pemimpin Muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad saw, berlomba-lomba untuk membangun masjid. Seperti kota Mekkah dan Madinah yang berdiri di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, kota Karbala juga dibangun di dekat makam Husain bin Ali. Kota Isfahan, Iran dikenal dengan Masjid Imam-nya yang menjadi pusat kegiatan masyarakat. Pada akhir abad ke-17, Syah Abbas I dari dinasti Safawi di Iran mengubah kota Isfahan menjadi salah satu kota terbagus di dunia dengan membangun Masjid Syah dan Masjid Syaikh Lutfallah di pusat kota. Ini menjadikan kota Isfahan memiliki lapangan pusat kota yang terbesar di dunia. Lapangan ini berfungsi sebagai pasar bahkan tempat olahraga.[18]

Masjid di daerah Amerika Serikat dibangun dengan sangat sering. Masjid biasa digunakan sebagai tempat perkumpulan umat Islam. Biasanya perkembangan jumlah masjid di daerah pinggiran kota, lebih besar dibanding di daerah kota. Masjid dibangun agak jauh dari pusat kota.[19]
[sunting] Pendidikan
Madrasah Ulugh Beg, yang termasuk dalam kompleks masjid di Samarkand, Uzbekistan

Fungsi utama masjid yang lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Beberapa masjid, terutama masjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Sekolah ini memiliki tingkatan dari dasar sampai menengah, walaupun ada beberapa sekolah yang menyediakan tingkat tinggi. Beberapa masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains. Selain itu, tujuan adanya pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim di daerah luar Arab, termasuk Indonesia. Kelas-kelas untuk mualaf, atau orang yang baru masuk Islam juga disediakan di masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat, dimana perkembangan agama Islam melaju dengan sangat pesat.[20] Beberapa masjid juga menyediakan pengajaran tentang hukum Islam secara mendalam. Madrasah, walaupun letaknya agak berpisah dari masjid, tapi tersedia bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu keislaman.
[sunting] Kegiatan dan pengumpulan dana

Masjid juga menjadi tempat kegiatan untuk mengumpulkan dana. Masjid juga sering mengadakan bazar, dimana umat Islam dapat membeli alat-alat ibadah maupun buku-buku Islam. Masjid juga menjadi tempat untuk akad nikah, seperti tempat ibadah agama lainnya.

Masjid tanah liat di Djenné, Mali, secara tahunan mengadakan festival untuk merekonstruksi dan membenah ulang masjid.

Arsitektur

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.


Ruang lingkup dan keinginan

Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.

Arsitektur adalah bidang multi-dispilin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, fenomenologi strukturalisme, post-strukturalisme, dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.

Teori dan praktik

Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "Praktik dan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan idea.

Kesimpulan

bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu.

Rabu, 06 April 2011

Gereja Tugu Dikonservasi





SETELAH sekian lama warga Kampung Tugu menanti upaya perbaikan terhadap gereja mereka, akhirnya kabar baik itu datang juga dari Pemprov DKI, dalam hal ini dari Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara.

Kabar bahwa pekan depan gereja mereka, gereja bersejarah dari abad 18, akan mulai dikonservasi cukup melegakan hati warga Kampung Tugu. Khususnya warga yang biasa menggunakan Gereja Tugu sebagai tempat ibadah selama puluhan tahun. Kampung yang merupakan kawasan cagar budaya yang gagal, seperti yang terjadi pada Kampung Betawi Condet ini, menyisakan warisan berupa bangunan gereja dan satu bangunan rumah keturunan Portugis sebagai penanda sejarah - selain Keroncong Tugu, tentunya.

Sekitar tahun lalu Warta Kota sudah melihat atap bangunan yang masuk dalam daftar cagar budaya ini penuh dengan bercak-bercak bekas bocor dari air hujan. Di samping itu, atap di sisi kiri gedung sudah pula melengkung. Belum lagi tembok bangunan yang terkena rembesan air tanah. Tahun lalu pula, banjir merendam pekuburan para leluhur keturunan Portugis di Kampung Tugu, Semper, Jakarta Utara, ini. Atap gedung ini tampak sudah keropos. Jangan sampai kejadian seperti gelagar Museum Bahari yang roboh di awal tahun lalu terjadi lagi di sini.

Seorang anggota gereja yang menerima rombongan Ekspedisi Marunda IV menyatakan, mulai pekan depan ibadah jemaat akan dipindah ke Gedung Serba Guna Yeruel, sebuah bangunan di sebelah gereja utama. Pemindahan itu terkait makin parahnya kerusakan atap gedung gereja dan akan dimulainya proses pembenahan gedung cagar budaya itu. Belum ada pihak dari Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara yang bisa memberi konfirmasi perihal ini.

Gereja Tugu menyimpan bangku diakon antik dan mimbar tua. Di samping kanan gereja ada lonceng tua. Adolf Heuken, penulis sejarah Jakarta, mencatat lonceng ini berasal dari tahun 1880.

Tentu saja suka cita warga Kampung Tugu dan jemaat Gereja Tugu adalah suka cita warga Jakarta pada umumnya. Jejak sejarah melalui bangunan berupa masjid, kelenteng, dan gereja menjadi daya tarik warga yang mulai menjadikan wisata sejarah dan wisata budaya sebagai alternatif di hari libur.

Seperti juga yang diperlihatkan peserta Ekspedisi Marunda IV yang digelar Komunitas Historia, sepanjang Minggu (7/6). Daya tarik Gereja Tugu - dibangun atas biaya Justinus Vinck antara tahun 1744 dan 1747 - tak lepas dari kekayaan tradisi Kampung itu sendiri. Bicara soal Gereja Tugu, maka mau tidak mau mereka akan bicara tentang sisa-sisa keturunan Portugis yang masih ada lengkap dengan nama Portugis. Ini saja sudah bikin penasaran banyak peserta wisata hingga beberapa ingin kembali ke kampung ini untuk bisa lebih puas menikmati di kompleks Gereja Tugu , rumah Portugis, dan keroncong bersama keturunan Portugis yang masih tersisa.



Semoga rasa penasaran lain, tentang upaya membenahi bangunan gereja ini, juga segera terjawab. [Sumber : Kompas]

Selasa, 05 April 2011

KONSERVASI ARSITEKTUR

Penyelamatan suatu obyek konservasi adalah bentuk apreasiasi pada perjalanan sejarah bangsa, pendidikan dan pembangunan wawasan intelektual bangsa antar generasi. Konservasi suatu bangunan kolonial tidak diartikan suatu cara mengenang kolonialisme dan ketidakberdayaan bangsa tetapi menjadi ” tantangan ” untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan mengisi karya yang lebih baik. Pelestarian suatu arsitektur kolonial adalah mengingatkan kegetiran serta meningkatkan harga diri bangsa untuk tetap merdeka. Keberadaan bangunan bersejarah memiliki signifikasi pembentukan kolektif memori serta membangun kesinambungan sejarah yang merupakan dasar terbentuknya makna sebuah lingkungan. Dengan demikian sangat keliru bilamana suatu program pelestarian hanya ditujukan untuk tujuan estetika atau romantisme masa lalu belaka.



Konservasi

Konservasi secara umum diartikan pelestarian namun demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki serangkaian pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Menurut Adishakti (2007) istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981 yaitu : Charter for the Conservation of Places of Cultural Significance, Burra, Australia. Piagam ini lebih dikenal dengan Burra Charter

Dalam Burra Charter konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.

Kegiatan konservasi antara lain bisa berbentuk (a) preservasi, (b) restorasi, (c) replikasi, (d) rekonstruksi, (e) revitalisasi dan/atau penggunaan untuk fungsi baru suatu aset masa lalu, (f) rehabilitasi. Aktivitas tersebut tergantung dengan kondisi, persoalan, dan kemungkinan yang dapat dikembangkan dalam upaya pemeliharaan lebih lanjut. Masyarakat awam sering keliru bahwa pelestarian bangunan bersejarah diarahkan menjadi ded monument (monumen statis) tetapi sebenarnya bisa dikembangkan menjadi life monument yang bermanfaat fungsional bagi generasi masa sekarang.

Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keasliannya dan perawatannya namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan tercapai namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan ini membutuhkan upaya lintas sektoral, multi dimensi dan disiplin, serta berkelanjutan. Dan pelestarian merupakan pula upaya untuk menciptakan pusaka budaya masa mendatang (future heritage), seperti kata sejarawan bahwa sejarah adalah masa depan bangsa. Masa kini dan masa depan adalah masa lalu generasi berikutnya.



Perluasan Tindakan Konservasi

Istilah-istilah lain :

1. Restorasi (dalam konteks yang lebih luas) ialah kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi sebelumnya dengan menghilangkan tambahan-tambahan atau merakit kembali komponens eksisting tnap menggunakan material baru.

2. Restorasi (dalam konteks terbatas) iala kegiatan pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya semirip mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk arsitektur dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005).

3. Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu temapt dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan.

4. Preservasi (dalam konteks yang terbatas) ialah bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan keadaan sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar keandalan kelaikan fungsinya terjaga baik (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

5. Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsoilidasi serta revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut.

6. Konservasi (dalam konteks terbatas) dari bangunan dan lingkungan ialah upaya perbaikan dalam rangka pemugaran yang menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan bahan yang digunakan sebagai kontsruksi bangunan, agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

7. Rekonstruksi ialah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali dan memperbaiki sekaurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau keharusan pindah lokasi karenasalah satu sebab yang darurat, dengan menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut laik fungsi dan memenuhi persyaratan teknis. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).

8. Konsolidasi ialah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis banguna terpenuhi dan bangunan tetap laik fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.

9. Revitalisasi ialah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005, Ditjen PU-Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan).

10. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, histories dan teknis. (Ref. PP.36/2005). Kegiatan pemulihan arsietktur bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi pemanfaatannya secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan bangunan.

Dari beberapa pengertian mengenai konservasi maka seharusnya memungkinkan fungsi bangunan lama untuk dimanfaatkan untuk kegiatan baru yang lebih relevan selain memungkinkan pula pengalihan kegiatan lama oleh aktivitas baru tanpa harus menghancurkannya. Persoalan pelestarian bangunan tidak saja memfokuskan pada arsitektur saja, tetapi secara kritis harus tanggap terhadap persoalan sosial ekonomi budaya lingkungan tersebut.

Klasifikasi Bangunan Cagar Budaya

Suatu bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan konservasi atau cagar budaya sehingga dikenai aturan untuk melestarikannya mengacu pada kriteria yang telah ditentukan. Pasca monumen ordonansi yang dijadikan keketapan hukum pada jaman pemerintahan Hindia Belanda maka pemerintah Republik Indonesia membuat Undang Undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam UU no 5 tersebut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu : (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Adapun ” situs” adalah lokasi atau lingkungan yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya. Dalam bab 1 pasal 2 menyebutkan sebagai berikut bahwa perlindungan benda cagar budaya dan situs (lingkungannya) untuk bertujuan melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

Dalam Bab 2 Pasal 2 menyebutkan bahwa : (10 Semua benda cagar budaya dikuasai oleh Negara, (2) Penguasaan benda cagar budaya meliputi benda cagar budaya yang terdapat di wilayah hukum RI. Hal ini menjelaskan bahwa benda cagar budaya tidak bisa dikatakan sebagai barang pribadi.

Dalam Bab 8 Pasal 26 menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs dan lingkungannya atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan atau warna, memugar atau memisahkan benda cagar budaya tanpa ijin dari pemerintah dapat dipidana dengan pidana penjara selama lamanya 10 tahun dan atau denda setinggi-tingginya 100 juta.

Pasal 27 menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja melakukan pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara menggali, penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lain tanpa ijin pemerintah dapat dipidana dengan pidana penjara selama 5 tahun dan atau denda setingginya 50 juta.

Namun realitasnya pemerintah atau masyarakat sendiri mengalami kesulitan dalam melakukan konservasi karena berbagai keterbatasan. Pertama, keterbatasan pengetahuan dan wawasan mengenai konservasi. Tidak sedit benda cagar budaya yang rusak disebabkan adanya niat baik tanpa dukungan pengetahuan memadai. Tindakan yang ditujukan untuk memperbaiki atau mengembangkan fungsinya malah dianggap merusak keaslian. Hal ini bisa diatasi dengan konsultasi pada pihak-pihak yang berkompeten. Keberadaan lembaga nirlaba yang memberikan konsultasi sangat membantu dan diharapkan supaya masyarakat tidak merasa ” kesulitan ” untuk memelihara barangnya sendiri. Kedua, keterbatasan dana dalam pelestarian yang biasanya harus mengeluarkan biaya ekstra dan lebih besar dibandingkan dengan membangun biasa. Akibatnya pemilik merasa kerepotan sendiri mengurusi benda cagar budaya dan kemudian membiarkan rusak agar bisa dibongkar nantinya. Hal ini lazim terjadi sebagai alasan agar mereka tidak terkena kewajiban melestarikannya. Ketiga, masalah regulasi dalam pelestarian yang sering bersifat mengambang yang menyebabkan tidak ada rekomendasi praktis yang bisa dikerjakan. Bila hal tersebut terjadi berlarut larut tanpa suatu penyelesaian akan berakibat fatal.

Adapun kriteria obyek atau benda atau lingkungan atau kawasan sebagai bagian dari kota yang yang harus dilestarikan sebagai berikut :

a. Menurut National Register of Historic Places, National Park Service US Departement of Interior dan :

1. Obyek yang berkaitan dengan suatu momentum atau peristiwa signifikan baik dari kesejarahan dan kebudayaan yang menandai perjalanan suatu bangsa. Gedung Sumpah Pemuda, Istana Negara atau Katedral Jakarta. Bisa jadi bangunan tersebut adalah lambang kejayaan kolonialisme pada masa lalu namun dalam pengertian edukasi pada masa sekarang adalah suatu hasil yang bisa direbut kemerdekaan. Seandainya belum merdeka tentu obyek tersebut berfungsi lain.

2. Kaitan dengan kehidupan tokoh atau komunitas yang cukup penting dalam sejarah dan kebudayaan. Misal rumah Muhammad Husni Thamrin adalah seorang Betawi anggota Volskraad yang vokal menyuarakan kesejahteraan rakyat dilestarikan. Keberadaan rumah-rumah Betawi di Condet yang menunjukkan bahwa pada masa itu merupakan lingkungan Betawi.

3. Obyek adalh wujud atau representasi dari suatu karakter, karya, gaya, langgam, tipe, periode, teknologi, metode pembangunan yang memiliki nilai artistik tinggi.



Kategori Obyek konservasi sebagai berikut :

1. Obyek keagamaan berupa peninggalan arsitektur atau karya yang bernilai keagamaan.

2. Bangunan atau bentuk struktur yang telah dipindahkan dari lokasi eksisting yang memiliki nilai signufican dalam arsitektur atau bentuk struktur yang masih bertahan terkait dalam peristiwa sejarah tokoh tertentu.

3. Rumah, kantor atau ruang aktivitas atau makam tokoh terkenal dalam sejarah, dengan catatan tidak ada tempat atau bangunan lain yang terkait dengan riwayat hidupnya.

4. Bangunan pada masa tertentu yang memiliki keunikan desain, gaya atau berkaitan dengan peristiwa sejarah tertentu.

5. Bangunan hasil rekonstruksi an merupakan satu-satunya bangunan yang dapat diselamatkan.

6. Obyek berusia 50 tahun yang memberi nilai yang cukup significan atau pengecualian yang dianggap penting.



Mengacu pada aturan yang dikeluarkan oleh Department of the Environment Circulars 23/77 The secretary of state for wales menyebutkan sebagai berikut :

1. Semua bangunan yang didirikan sebelum tahun 1700 yang masih bertahan sesuai dengan kondisi aslinya

2. Kebanyakan bangunan dari tahun 1700 – 1914 hanya bangunan yang mempunyai kualitas dan karakter khusus saja, selesksi didasarkan juga pada prinsip membangun arsitek tertentu

3. Pemilihan bangunan didasarkan pada : (1) Special value, (berdasarkan type arsitektural atau gambar kehidupan social ekonomi masa tertentu, contohnya : Bangunan industry, stasiun, sekolah RS, balai kota), (2) Hasil aplikasi perkembangan teknologi (contoh bangunan struktur baja, atau awal penggunaan beton), (3) Berkaitan sengan sejarah atau tokoh tertentu, (4) Group value (contoh hasil perencanaan kota) misalnya bangunan kota pada tahun 1914-1939 adalah dari jenis –jenis bangunan yang mewakili hasil arsitektur periodenya.



4. Pengembangan jenis bangunan adalah sebagai berikut : (a) Jenis langgam bangunan : Modern, Klasik, Vernaculer, (b) Jenis fungsi bangunan: Bangunan Peribadatan, Bangunan Rekreasi Publik, Bangunan perkantoran dan komersial, Bangunan pendidikan, Bangunan perumahan, Bangunan pelayanan publik,Bangunan transportasi, (c) Bangunan yang mewakili karya arsitek tertentu tiap periode



Menurut Methodology Used to Rank Building in San Francisco’s Downtown Survey, dibagi dalam 4 kriteria :

1. Architecture

· Style/type, contoh penting dalam jenis, langgam atau tradisi

· Construction, contoh penting dalam penggunaan bahan atau system konstruksi

· Age, contoh penting yang berkaitan dengan periode pembangunan

· Design, kualitas desain yang unik dan orisinal

· Interior, kualitas desain yang unik dan aktraktif

2. History

* Person, berkaitan dengan kegiatan pelaku sejarah
* Event, berkaitan dengan peristiwa sejarah
* Patterns, berkaitan dengan kondisi social, budaya dan politik

3. Enviroment meliputi : Continuity, Setting dan Landmark

4. Integrity

Alterations, terdapat perubahan kecil yang tidak mengubah keseluruhan desain dan material yang digunakan.



Menurut Bernard M Feilden (1982) sebagai berikut :

1. Membangkitkan rasa kekaguman dan keingn tahuan yang berlebih, terutama pada masyarkat yang membangunnya – merupakan symbol “cultural identity” atau warisan budaya

2. Bertahan selama +- 100 tahun walaupun tidak digunakan



Menurut Alan Dolby (1978):

1. Produk karya seni – hasil nyata dari pemikiran yang kreatif

2. Bangunan yang merupakan bagian dari mata rantai perkembangan arsitektur

3. Salah satu contoh hasil perkembangan teknologi

4. Salah satu contoh dari aspek sosiolegi yaitu ncara hidup suatu zaman

5. Bangunan yang berkaitan erat dengan suatu masyarakat atau peristiwa sejarah



Menurut Cor Passchier (2003) adalah kriteria objek yang berkaitan antara lain :

1. Nilai arsitektur, contoh penting suatu langgam arsitektur atau rancangan arsitek terkenal atau obyek memiliki nilai estetika yang berlandaskan pada kualitas bentuk dan detail interior eksterior atau merupakan contoh unik dan mewakili suatu periodesasi sebuah langgam,

2. Kriteria fungsi obyek berkaitan dengan lingkungan kota yaitu kaitan obyek dengan bangunan lainnya atau “urban space”, sehingga menentukan karakteristik dan kualitas arsitektur kota

3. Merupakan bagian dari kompleks bersejarah dan berharga untuk diletarikan

4. Merupakan landmark atau penanda “townlandscape”

5. Kriteria fungsi obyek berkaitan dengan lingkungan social budaya karena berkaitan dengan memori historis yang menjadi bukti bagian dari tahapan perkembangan kota, fungsi penting yang berkaitan dengan aspek fisik, emosional dan religi



Tabel

Klasifikasi Bangunan Cagar Budaya

BENDA

CAGAR BUDAYA







LINGK.


BANG.


KRITERIA


TOLOK UKUR

V


v


Nilai Sejarah


Terkait dengan peristiwa : perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol kesejarahan tingkat nasional/propinsi DKI

V


v


Umur


Batas usia sekurang-kurangnya 50 tahun

V


v


Keaslian


Keutuhan, baik sarana dabn prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak lingkungan dan bangunan

V


v


Kelangkaan


Keberadaannya sebagai satu-satunya atau yang terlengkap dari jenisnya yang masih ada pada lingkungan lokal, nasional atau dunia




v


Tengeran/ Landmark


Keberadaan sebuah bangunan tunggal monumen atau bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.




v


Arsitektur


Estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.







LINGKUNGAN


I


II


III

Kriteria










A. Nilai Sejarah


Lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria termasuk yang mengalami sedikit perubahan


Lingkungan yang memenuhi 3 kriteria, yang telah mengalami perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian


Lingkungan yang memenuhi 3 kriteria yang banyak mengalami banyak perubahan dan kurang memiliki keaslian

B. Umur

C. Keaslian

D. Kelangkaan











TABEL






A


B


C

BANGUNAN










Kriteria










A. Nilai Sejarah


V


v




B. Umur


V


v




C. Keaslian





v




D. Kelangkaan





v




E. Landmark





v




F. Arsitektur





v


v



Tabel

Perlakuan Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya

Berdasarkan Klasifikasi Perda DKI no. 9 Tahun 1999



OBYEK










LINGKUNGAN


I


II


III




Dipertahankan


Dimungkinkan Adaptif Reuse


Dimungkinkan Penyesuaian Terhadap Perencanaan Kota












BANGUNAN


A


B


C

Tampak Depan


V


V


v

Struktur Utama


V


V




Tata Ruang


V







Ornamen


V


















(Sumber : Ajeng R. Pitakasari & Prillia Verawati, 2007 dalam Selamatkan Warisan Budaya Bangsa , I-Arch, Architecture Magazine, Tenth Issue, 2007)



Penjelasan-penjelasan Para Pakar

Selain pandangan-pandangan baku dalam regulasi atau teks-teks yang terpublikasikan perlu juga memperhatikan pendapat para pakar atau pemerhati konservasi sebagai berikut di bawah ini :

1. Johannes Widodo dari National Unioversity of Singapore

Konservasi perlu melibatkan semua pihak secara menyeluruh dan sinergis. Upaya konservasi harus dievaluasi secara mendalam oleh berbagai pihak yang berkepentingan secara terbuka dan jujur. Jika memang harus dilakukan perbaikan siapa saja yang terlibat, dan bagaimana strategi pemeliharaannya \. Semua pihak harus kretaif dalam menemukan fungsi yang sesuai dengan bangunan tersebut, tetapi tetap memiliki nilai tinggi. Hal ini untuk menjaga kelangsungan dan kelestarian bangunan secara fungsi dan fisik sehingga bangunan tersebut bisa mencukupi kebutuhan pemeliharaan bagi dirinya sendiri.



2. Aurora Tambunan Kepala Dinas Permuseuman dan Kebudayaan menyatakan bahwa ” pelestarian bangunan warisan bangsa ” adalah tanggung jawab bersama. Bilaman pemilik bangunan (khusus bangunan pribadi) yang menghendaki bantuan dari pemerintah maka harus mengubah beberapa prosen luasnya untuk fungsi publik. Hal ini diharapkan agar mereka kelak mampu membiayai perawatan dan pelestarian bangunan tersebut.



3. Budi Lim pakar Jakarta Old Town Kotaku (JOK) –arsitek konservasi Gedung Arsip Nasional Jl Gajahmada Jakarta mengingatkan bahwa dalam melakukan konservasi seorang arsitek harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai nilai dan rasa setiap detil bangunan, terutama mengenai nilai-nilai sejarah dan arsitektural yang dikandung dalam bangunan tersebut. Budi Lim mengingatkan bahwa kesalahan yang biasa dilakukan para arsitek adalah mendesain bangunan atau kawasan dekat bangunan konservasi lalu diduplikasi dengan alasan untuk harmoni (keselarasan). Hal ini salah karena harmoni dalam hal tersebut lebih ditekannkan pada esensinya.

4. Laretna T. Adishakti (2007) mengatakan bahwa pelestarian/konservasi bukanlah romantisme masa lalu atau upaya untuk mengawetkan kawasan bersejarah, namun lebih ditujukan untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi kawasan tersebut. Upaya ini bertujuan pula untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasar kekuatan aset lama, dan melakukan pencangkokan program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, serta merencanakan program partisipasi dengan memperhitungkan estimasi ekonomi. Kesinambungan yang menerima perubahan dan/atau pembangunan merupakan konsep utama konservasi, suatu pengertian yang berbeda dengan preservasi. Hal ini bertujuan untuk tetap memelihara indentitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik (the total system of heritage conservation). Konsekuensinya, perubahan yang dimaksud bukanlah terjadi secara drastis, namun perubahan secara alami dan terseleksi (Adishakti, 1997). Dalam pelestarian objek yang dikelola tidak lagi bangunan individual atau kelompok bangunan namun area atau kota secara keseluruhan. Kedua, konservasi berarti “preserving purposefully: giving not merely continued existence but continued useful existence” (Burke, 1976). Jadi, fungsi seperti juga bentuk menjadi pertimbangan utama dan tujuannya bukan untuk mempertahankan pertumbuhan perkotaan, namun manajemen perubahan (Asworth, 1991).

Senin, 24 Januari 2011

ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DI DEPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ADVOKASI

PENGERTIAN KRITIK ARSITEKTUR DENGAN METODE ADVOKATIVE :

METODE ADVOKATIVE MERUPAKAN CABANG DARI KRITIK ARSITEKTUR SECARA INTERPERATIFE
DIMANA KRITIK DENGAN METODE ADVOKATIV MEMILIKI CIRI SEBAGAI BERIKUT :

• Kritikini tidak diposisikan sebagai bentuk penghakiman (judgement)
sebagaimana yang terjadi pada Normatif Criticism.
• Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja
dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal
yang terlupakan
• Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah
orang lain
• Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu
untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
• Kritikus membantu kita untuk melihat manfaat yang telah dihasilkan
oleh sang arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona
dimana kita telah mengira ia hanyalah sebuah objek yang menjemukan
• Dalam hukum advocatory Criticism, kritiknya tercurah terutama pada usaha
mengangkat apresiasi pengamat,

Objek yang akan dianalisis adalah : Gedung Opera Sydney



Gedung Opera Sydney (b. Inggris: Sydney Opera House) di Sydney, New South Wales adalah salah satu bangunan abad ke-20 yang paling unik dan terkenal. Gedung ini terletak di Bennelong Point di Sydney Harbour dekat Sydney Harbour Bridge dan pemandangan kedua bangunan ini menjadi ikon tersendiri bagi Australia.

Bagi jutaan turis yang datang, gedung ini memiliki daya tarik dalam bentuknya yang seperti cangkang. Selain sebagai objek pariwisata, gedung ini juga menjadi tempat berbagai pertunjukkan teater, balet, dan berbagai seni lainnya. Gedung ini dikelola oleh Opera House Trust dan menjadi markas bagi Opera Australia, Sydney Theatre Company, dan Sydney Symphony Orchestra.

menurut pandangan saya sebagai mahasiswa arsitektur secara fasade menganalogikan seperti cangkang. yang secara penglihatan kaum awam gedung ini bagus, dan terlihat menawan, tetapi gedung ini klo di lihat dari bentuknya tidak mencerminkan bahwa menjadi tempat berbagai pertunjukkan teater, balet, dan berbagai seni lainnya...

ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DESKRIPTIF

ciri kritik arsitektur dengan metode deskriptif adalah :

• Dibanding metode kritik lain descriptive criticism tampak lebih nyata
(factual)
• Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap
bangunan atau kota
• Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang
sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita
dapat lebih memahami makna bangunan.
• Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami
bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya
• Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi
sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya
dan apa yang terjadi di dalamnya.
• Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
– Static (Secara Grafis)
– Dynamic (Secara Verbal)
– Process (Secara Prosedural)
• Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
• Contextual Criticism ( Persitiwa)

Jenis _ Jenis metode kritik Deskriptif

1. Static Aspects (Aspek Statis)
• Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak
didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan
• Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa
yang sesungguhnya ada dan terjadi disana
• Masyarakat cenderung memandang dunia sesuai dengan keterbatasan
pengalaman masa lalunya, maka melalui perhatian yang jeli terhadap aspek
tertentu bangunan dan mennceritakan kepada kita apa yang telah dilihat, kritik
depictive telah menjadi satu metode penting untuk membangkitkan satu catatan
pengalaman baru seseorang.
• Kritik Depictive tidak butuh pernyataan betul atau salah karena penilaian dapat
menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa lalunya.
• Kritik depictive lebih mengesankan sebagai seorang editor atau reporter, yang
menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan
agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate.
• Depictive criticism dalam aspek static memfocuskan perhatian pada elemen-elemen
bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture)
• Penelusuran aspek static dalam Depictive criticism seringkali digunakan oleh para
kritikus untuk memberi pandangan kepada pembaca agar memahami apa yang
telah dilihatnya sebelum menentukan penafsiran terhadap apa yang dilihatnya
kemudian.
• Penggunaan media grafis dalam depictive critisim dapat dengan baik merekam dan
mengalihkan informasi bangunan secara non verbal tanpa kekhawatiran terhadap
bias.
• Aspek static depictive criticism dapat dilakukan melalui beberapa cara survey
antara lain : photografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).
2. Dynamic Aspect (Aspek Dinamis)
– Tidak seperti aspek static, aspek dinamis depictive mencoba melihat bagaimana
bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat.
– Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana manusia bergerak melalui
ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang
telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik? Bagaimana bangunan dipengaruhi
oleh kejadian-kejadian yang ada didalamnya dan disekitarnya?.
3. Process Aspect (Aspek Proses)
• Merupakan satu bentuk depictive criticism yang
menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana
sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu.
• Kalau kritik yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan
informasi yang datang ketika bangunan itu telah ada, maka
kritik depictive (aspek proses) lebih melihat pada langkahlangkah
keputusan dalam proses desain yang meliputi :
• Kapan bangunan itu mulai direncanakan,
• Bagaimana perubahannya,
• Bagaimana ia diperbaiki,
• Bagaimana proses pembentukannya.
• Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist
(penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya..
Memahami dengan logis perkembangan sang artis sangat diperlukan
untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karyakaryanya
secara spesifik.
• Sejak Renaisance telah ada sebagian perhatian pada kehidupan
pribadi sang artis atau arsitek dan perhatian yang terkait dengan
kejadian-kejadian dalam kehidupannya dalam memproduksi karya
atau bangunan.
• Misalnya : Bagaimana pengaruh kesukaan Frank Lyod Fright waktu
remaja pada permainan Froebel Bloks (permainan lipatan kertas)
terhadap karyanya? Bagaimana pengaruh karier lain Le Corbusier
sebagai seorang pelukis? Bagaimana pengaruh hubungan Eero
Sarinen dengan ayahnya yang juga arsitek? Informasi seperti ini
memberi kita kesempatan untuk lebih memahami dan menilai
bangunan-bangunan yang dirancangnya.
• Hal yang perlu diketahui dalam contextual criticism
adalah : Informasi tentang aspek social, politik dan
ekonomi pada saat bangunan di desain.
• Tekanan-tekanan apakah yang diterima sang arsitek
atau klien pada saat bangunan akan dan sedang
dibangun?

Objek : masjid kubah emas



Masjid Dian Al Mahri adalah sebuah masjid yang dibangun di tepi jalan Raya Meruyung-Cinere di Kecamatan Limo, Depok. Masjid ini selain sebagai menjadi tempat ibadah salat bagi umat muslim sehari-hari, kompleks masjid ini juga menjadi kawasan wisata keluarga dan menarik perhatian banyak orang karena kubah-kubahnya yang dibuat dari emas.

Masjid Dian Al Mahri memiliki 5 kubah. Satu kubah utama dan 4 kubah kecil. Uniknya, seluruh kubah dilapisi emas setebal 2 sampai 3 milimeter dan mozaik kristal. Bentuk kubah utama menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter. Sementara 4 kubah kecil memiliki diameter bawah 6 meter, tengah 7 meter, dan tinggi 8 meter. Selain itu di dalam masjid ini terdapat lampu gantung yang didatangkan langsung dari Italia seberat 8 ton.
Selain itu, relief hiasan di atas tempat imam juga terbuat dari emas 18 karat. Begitu juga pagar di lantai dua dan hiasan kaligrafi di langit-langit masjid. Sedangkan mahkota pilar masjid yang berjumlah 168 buah berlapis bahan prado atau sisa emas.
Secara umum, arsitektur masjid mengikuti tipologi arsitektur masjid di Timur Tengah dengan ciri kubah, minaret (menara), halaman dalam (plaza), dan penggunaan detail atau hiasan dekoratif dengan elemen geometris dan obelisk, untuk memperkuat ciri keislaman para arsitekturnya. Ciri lainnya adalah gerbang masuk berupa portal dan hiasan geometris serta obelisk sebagai ornamen.
Halaman dalam berukuran 45 x 57 meter dan mampu menampung 8.000 jemaah. Enam menara (minaret) berbentuk segi enam atau heksagonal, yang melambangkan rukun iman, menjulang setinggi 40 meter. Keenam menara itu dibalut batu granit abu-abu yang diimpor dari Italia dengan ornamen melingkar. Pada puncaknya terdapat kubah berlapis mozaik emas 24 karat. Sedangkan kubahnya mengacu pada bentuk kubah yang banyak digunakan masjid-masjid di Persia dan India. Lima kubah melambangkan rukun Islam, seluruhnya dibalut mozaik berlapis emas 24 karat yang materialnya diimpor dari Italia.
Pada bagian interiornya, masjid ini menghadirkan pilar-pilar kokoh yang menjulang tinggi guna menciptakan skala ruang yang agung. Ruang masjid didominasi warna monokrom dengan unsur utama warna krem, untuk memberi karakter ruang yang tenang dan hangat. Materialnya terbuat dari bahan marmer yang diimpor dari Turki dan Italia. Di tengah ruang, tergantung lampu yang terbuat dari kuningan berlapis emas seberat 2,7 ton, yang pengerjaannya digarap ahli dari Italia.