Senin, 24 Januari 2011

ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DI DEPOK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ADVOKASI

PENGERTIAN KRITIK ARSITEKTUR DENGAN METODE ADVOKATIVE :

METODE ADVOKATIVE MERUPAKAN CABANG DARI KRITIK ARSITEKTUR SECARA INTERPERATIFE
DIMANA KRITIK DENGAN METODE ADVOKATIV MEMILIKI CIRI SEBAGAI BERIKUT :

• Kritikini tidak diposisikan sebagai bentuk penghakiman (judgement)
sebagaimana yang terjadi pada Normatif Criticism.
• Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja
dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal
yang terlupakan
• Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah
orang lain
• Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu
untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
• Kritikus membantu kita untuk melihat manfaat yang telah dihasilkan
oleh sang arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona
dimana kita telah mengira ia hanyalah sebuah objek yang menjemukan
• Dalam hukum advocatory Criticism, kritiknya tercurah terutama pada usaha
mengangkat apresiasi pengamat,

Objek yang akan dianalisis adalah : Gedung Opera Sydney



Gedung Opera Sydney (b. Inggris: Sydney Opera House) di Sydney, New South Wales adalah salah satu bangunan abad ke-20 yang paling unik dan terkenal. Gedung ini terletak di Bennelong Point di Sydney Harbour dekat Sydney Harbour Bridge dan pemandangan kedua bangunan ini menjadi ikon tersendiri bagi Australia.

Bagi jutaan turis yang datang, gedung ini memiliki daya tarik dalam bentuknya yang seperti cangkang. Selain sebagai objek pariwisata, gedung ini juga menjadi tempat berbagai pertunjukkan teater, balet, dan berbagai seni lainnya. Gedung ini dikelola oleh Opera House Trust dan menjadi markas bagi Opera Australia, Sydney Theatre Company, dan Sydney Symphony Orchestra.

menurut pandangan saya sebagai mahasiswa arsitektur secara fasade menganalogikan seperti cangkang. yang secara penglihatan kaum awam gedung ini bagus, dan terlihat menawan, tetapi gedung ini klo di lihat dari bentuknya tidak mencerminkan bahwa menjadi tempat berbagai pertunjukkan teater, balet, dan berbagai seni lainnya...

ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DESKRIPTIF

ciri kritik arsitektur dengan metode deskriptif adalah :

• Dibanding metode kritik lain descriptive criticism tampak lebih nyata
(factual)
• Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap
bangunan atau kota
• Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang
sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita
dapat lebih memahami makna bangunan.
• Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami
bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya
• Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi
sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya
dan apa yang terjadi di dalamnya.
• Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
– Static (Secara Grafis)
– Dynamic (Secara Verbal)
– Process (Secara Prosedural)
• Biographical Criticism (Riwayat Hidup)
• Contextual Criticism ( Persitiwa)

Jenis _ Jenis metode kritik Deskriptif

1. Static Aspects (Aspek Statis)
• Depictive cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak
didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan
• Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa
yang sesungguhnya ada dan terjadi disana
• Masyarakat cenderung memandang dunia sesuai dengan keterbatasan
pengalaman masa lalunya, maka melalui perhatian yang jeli terhadap aspek
tertentu bangunan dan mennceritakan kepada kita apa yang telah dilihat, kritik
depictive telah menjadi satu metode penting untuk membangkitkan satu catatan
pengalaman baru seseorang.
• Kritik Depictive tidak butuh pernyataan betul atau salah karena penilaian dapat
menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa lalunya.
• Kritik depictive lebih mengesankan sebagai seorang editor atau reporter, yang
menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan
agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate.
• Depictive criticism dalam aspek static memfocuskan perhatian pada elemen-elemen
bentuk (form), bahan (materials) dan permukaan (texture)
• Penelusuran aspek static dalam Depictive criticism seringkali digunakan oleh para
kritikus untuk memberi pandangan kepada pembaca agar memahami apa yang
telah dilihatnya sebelum menentukan penafsiran terhadap apa yang dilihatnya
kemudian.
• Penggunaan media grafis dalam depictive critisim dapat dengan baik merekam dan
mengalihkan informasi bangunan secara non verbal tanpa kekhawatiran terhadap
bias.
• Aspek static depictive criticism dapat dilakukan melalui beberapa cara survey
antara lain : photografi, diagram, pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).
2. Dynamic Aspect (Aspek Dinamis)
– Tidak seperti aspek static, aspek dinamis depictive mencoba melihat bagaimana
bangunan digunakan bukan dari apa bangunan di buat.
– Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana manusia bergerak melalui
ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana? Pengalaman apa yang
telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik? Bagaimana bangunan dipengaruhi
oleh kejadian-kejadian yang ada didalamnya dan disekitarnya?.
3. Process Aspect (Aspek Proses)
• Merupakan satu bentuk depictive criticism yang
menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana
sebab-sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu.
• Kalau kritik yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan
informasi yang datang ketika bangunan itu telah ada, maka
kritik depictive (aspek proses) lebih melihat pada langkahlangkah
keputusan dalam proses desain yang meliputi :
• Kapan bangunan itu mulai direncanakan,
• Bagaimana perubahannya,
• Bagaimana ia diperbaiki,
• Bagaimana proses pembentukannya.
• Kritik yang hanya mencurahkan perhatiannya pada sang artist
(penciptanya), khususnya aktifitas yang telah dilakukannya..
Memahami dengan logis perkembangan sang artis sangat diperlukan
untuk memisahkan perhatian kita terhadap intensitasnya pada karyakaryanya
secara spesifik.
• Sejak Renaisance telah ada sebagian perhatian pada kehidupan
pribadi sang artis atau arsitek dan perhatian yang terkait dengan
kejadian-kejadian dalam kehidupannya dalam memproduksi karya
atau bangunan.
• Misalnya : Bagaimana pengaruh kesukaan Frank Lyod Fright waktu
remaja pada permainan Froebel Bloks (permainan lipatan kertas)
terhadap karyanya? Bagaimana pengaruh karier lain Le Corbusier
sebagai seorang pelukis? Bagaimana pengaruh hubungan Eero
Sarinen dengan ayahnya yang juga arsitek? Informasi seperti ini
memberi kita kesempatan untuk lebih memahami dan menilai
bangunan-bangunan yang dirancangnya.
• Hal yang perlu diketahui dalam contextual criticism
adalah : Informasi tentang aspek social, politik dan
ekonomi pada saat bangunan di desain.
• Tekanan-tekanan apakah yang diterima sang arsitek
atau klien pada saat bangunan akan dan sedang
dibangun?

Objek : masjid kubah emas



Masjid Dian Al Mahri adalah sebuah masjid yang dibangun di tepi jalan Raya Meruyung-Cinere di Kecamatan Limo, Depok. Masjid ini selain sebagai menjadi tempat ibadah salat bagi umat muslim sehari-hari, kompleks masjid ini juga menjadi kawasan wisata keluarga dan menarik perhatian banyak orang karena kubah-kubahnya yang dibuat dari emas.

Masjid Dian Al Mahri memiliki 5 kubah. Satu kubah utama dan 4 kubah kecil. Uniknya, seluruh kubah dilapisi emas setebal 2 sampai 3 milimeter dan mozaik kristal. Bentuk kubah utama menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter. Sementara 4 kubah kecil memiliki diameter bawah 6 meter, tengah 7 meter, dan tinggi 8 meter. Selain itu di dalam masjid ini terdapat lampu gantung yang didatangkan langsung dari Italia seberat 8 ton.
Selain itu, relief hiasan di atas tempat imam juga terbuat dari emas 18 karat. Begitu juga pagar di lantai dua dan hiasan kaligrafi di langit-langit masjid. Sedangkan mahkota pilar masjid yang berjumlah 168 buah berlapis bahan prado atau sisa emas.
Secara umum, arsitektur masjid mengikuti tipologi arsitektur masjid di Timur Tengah dengan ciri kubah, minaret (menara), halaman dalam (plaza), dan penggunaan detail atau hiasan dekoratif dengan elemen geometris dan obelisk, untuk memperkuat ciri keislaman para arsitekturnya. Ciri lainnya adalah gerbang masuk berupa portal dan hiasan geometris serta obelisk sebagai ornamen.
Halaman dalam berukuran 45 x 57 meter dan mampu menampung 8.000 jemaah. Enam menara (minaret) berbentuk segi enam atau heksagonal, yang melambangkan rukun iman, menjulang setinggi 40 meter. Keenam menara itu dibalut batu granit abu-abu yang diimpor dari Italia dengan ornamen melingkar. Pada puncaknya terdapat kubah berlapis mozaik emas 24 karat. Sedangkan kubahnya mengacu pada bentuk kubah yang banyak digunakan masjid-masjid di Persia dan India. Lima kubah melambangkan rukun Islam, seluruhnya dibalut mozaik berlapis emas 24 karat yang materialnya diimpor dari Italia.
Pada bagian interiornya, masjid ini menghadirkan pilar-pilar kokoh yang menjulang tinggi guna menciptakan skala ruang yang agung. Ruang masjid didominasi warna monokrom dengan unsur utama warna krem, untuk memberi karakter ruang yang tenang dan hangat. Materialnya terbuat dari bahan marmer yang diimpor dari Turki dan Italia. Di tengah ruang, tergantung lampu yang terbuat dari kuningan berlapis emas seberat 2,7 ton, yang pengerjaannya digarap ahli dari Italia.